PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PENDIDIKAN DAMAI (Peace Education)

Semakin maraknya kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak menunjukkan kualitas dan
sistem pendidikan belum ‘aman (savety)’ baik dalam setting keluarga, sekolah maupun lingkungan
masyarakat. Keluarga sebagai tempat yang dianggap paling nyaman sekalipun menunjukkan realitas
sebaliknya, begitu juga sekolah dan lingkungan masyarakat. Diantaranya yaitu kasus anak
berhadapan dengan hukum, keluarga dan pengasuhan, pelanggaran hak dan pendidikan, pornografi
dan cyber crime, sosial dan situasi darurat, agama dan budaya, hak sipil dan partisipasi, kesehatan
dan napza, traffiking dan eksploitasi.
Data KPAI (Komisi Perlindugan Anak Indonesia) akhir tahun 2015 menunjukkan bahwa
kasus kekerasan yang terjadi di sekolah sebesar 87.6% diatas angka kasus yang terjadi di
lingkungan keluarga dan masyarakat. Artinya, pelaku tindak kekerasan pada anak lebih banyak
yang berasal dari lingkungan rumah dan sekolah. Hal ini menerangkan bahwa kasus pada anak
memprihatinkan dan perlu segera untuk ditangani. Terlebih baru-baru ini muncul kasus yaitu orang
tua siswa melaporkan guru kepada kepolisian dan dipenjarakan sebab guru menghukum anaknya
karena tidak mengerjakan tugas rumah.
Hasil studi literasi menerangkan bahwa program bimbingan dan konseling menyediakan
berbagai macam kegiatan dan layanan. Unsur utama dalam pengembangan program layanan
bimbingan dan konseling meliputi: strategi layanan dasar, strategi layanan responsif, perencanaan
individual dan dukungan sistem. Guru BK tidak hanya menangani permasalahan siswa, lebih dari
pada itu guru BK juga sebagai mediator dalam menangani permasalahan guru dengan orang tua,
maupun pihak luar yang terkait dengan siswa. Sehingga upaya-upaya pencegahan (preventif)
sampai pada penyelesaian (kuratif) permasalahan mengenai siswa tercakup dalam program layanan
bimbingan dan konseling.