EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DALAM MEMBERIKAN MANFAAT KEPADA MASYARAKAT (Studi BUMDes Madukismo Desa Permanu Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang Tahun 2024)

Melalui otonomi Desa, desa memiliki kewenangan untuk mengelola potensi lokal secara optimal, sehingga dapat meningkatkan pendapatan desa dan mendukung pembangunan serta kesejahteraan masyarakatnya. Otonomi memberikan desa
peluang untuk merancang kebijakan yang lebih strategis, dengan dampak yang lebih luas dalam mencapai tujuan pembangunan. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, didirikan sebuah lembaga di desa yang dikenal sebagai Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan potensi ekonomi, sumber daya alam, dan sumber daya manusia desa, demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara menyeluruh. Salah
satu desa yang telah membentuk BUMDes di Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang adalah desa Permanu dengan nama BUMDes Madukismo pada tahun 2018, dengan unit usaha berupa Pengelolaan Air Minum Desa (PAMDes) dan Pengangkutan Sampah. Permasalahan yang ditemukan pada BUMDes Madukismo
yakni pengelolaannya yang masih tampak lamban dan kurang optimal, berdampak pada kurangnya perkembangan ekonomi yang terlihat dari pengelolaan potensi local yang ada. Tujuan penelitian ini dilakukan guna mengetahui Kinerja
Kelembagaan BUMDes Madukismo serta implikasinya dalam memberikan manfaat kepada masyarakat. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan teknik reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja kelembagaan BUMDes Madukismo mengalami perkembangan yang cukup baik, khususnya dalam tata kelola kelembagaan. Berdasarkan teori kelembagaan
yang dikemukakan oleh Scott (2008), BUMDes Madukismo telah mencapai pilar Regulatif dan Normatif dengan baik, meskipun dalam pengelolaannya masih dihadapkan dengan berbagai hambatan dan tantangan, seperti kurangnya kapasitas
SDM pengelola BUMDes, kurangnya modal usaha, kesenjangan komunikasi antar pengurus, serta kurangnya regulasi yang mendorong partisipasi masyarakat.